Ini sinyal bagi para Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang ingin ikut kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, agar tidak melangkah ‘serampangan’. Sebab, UU 10/2016 serta SE Mendagri telah membatasi ‘gerak politik’ mereka.
BANDARLAMPUNG – Para penjabat (Pj) kepala daerah dari tingkat gubernur, walikota, hingga bupati naga-naganya tak lagi bisa maju di Pilkada Serentak 2024. Sebab, ruang gerak Pj kepala daerah telah dibatasi oleh Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf q UU 10/2016, bahwa yang boleh mendaftar di KPU sebagai bakal calon kepala daerah, ‘tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota.’
Mengingat, posisi Pj kepala daerah -selama ini- diisi oleh para pejabat yang berstatus PNS yang diangkat pemerintah pusat. UU tentang Pilkada, juga mengatur jika PNS ingin maju Pilkada 2024, maka harus mengundurkan diri terlebih dulu.
Tak hanya PNS, aparat TNI, Polri hingga Kepala Desa, pun harus mundur jika ingin menjadi peserta Pilkada 2024. “Menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan,” demikian bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf t UU Pilkada.
** SE Mendagri
Dilansir dari sejumlah laman media mainstrem, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan surat edaran (SE) pada 16 Mei 2024, mengenai konsekuensi bagi para penjabat (pj) kepala daerah yang ingin mengikuti Pilkada Serentak 2024.
Dalam surat itu, Tito menegaskan, mereka harus mundur sebagai aparatur sipil negara (ASN) paling lambat 40 hari sebelum pendaftaran pasangan calon. Adapun pendaftaran pasangan calon kepala daerah, akan dibuka oleh KPU pada 27-29 Agustus 2024 dan penetapan pasangan calon dilakukan per 22 September 2024.
Tito juga menegaskan kembali hal ini ketika mengumpulkan para penjabat kepala daerah, baik gubernur, bupati/walikota dalam rangka fasilitasi dan koordinasi dukungan terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 secara virtual, pada Kamis (20/6/2024) lalu.
“Yang (ingin) ikut running Pilkada saya sudah kirim suratnya tanggal 16 Mei 2024, sebagaimana dijelaskan agar rekan-rekan memberikan informasi melampirkan (surat pengunduran diri) kepada Mendagri 40 hari sebelum tanggal pendaftaran calon,” ujar Tito, dikutip keterangan resmi Kemendagri.
Seandainya mereka tidak mengundurkan diri sampai batas waktu yang ditentukan, tapi mengikuti pilkada, maka yang bersangkutan akan diberhentikan oleh Mendagri.
Ia menyerahkan keputusan kepada para pj kepala daerah yang berminat maju kontestasi. Pilihannya ada dua: mengundurkan diri atau diberhentikan. “Jadi tinggal pilih (ingin) di mata publik positif dan elektabilitas akan naik karena fair, dibandingkan dengan isu yang keluar si A itu yang calon diberhentikan karena dia tidak melapor,” ucap eks Kapolri itu.
Tito pun mengingatkan supaya para pj kepala daerah tidak memasang baliho yang mengarah pada dukungan pilkada sekalipun dipasang oleh masyarakat. Apabila memang ingin memasang baliho, Tito menyarankan agar dapat menggunakan kalimat yang sesuai dengan tugas yang diemban. (dari berbagai suber)