Pemilu 2024, Netralitas ASN Bisa Tembus 10.000 Kasus

JAKARTA – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) memperkirakan, jumlah pelanggaran netralitas ASN pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 mencapai 8.000 hingga 10.000 kasus.

Prediksi ini disampaikan Ketua KASN, Agus Pramusinto menyikapi perhitungan matematis pada Pilkada 2020 lalu yang hanya dilakukan di 270 daerah, namun menimbulkan pelanggaran netralitas ASN sekitar 2.304 kasus.

“Untuk pesta demokrasi tahun depan (2024), ada Pileg, Pilpres, dan Pilkada serentak yang memiliki potensi empat sampai lima kali pelanggaran. Kalau dihitung matematikanya, kira-kira 8.000-10.000 pelanggaran bisa saja terhadi,” sebut Agus, dikutip dari laman resmi KASN, Senin (18/12/2023).

KASN berjanji, akan bekerja keras dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, untuk meminimalisir ‘ikut campur’ ASN di wilayah politik ini. Selain pula, menegakkan peraturan yang berlaku.

“Saat ini, terdapat indikasi pelanggaran netralitas ASN di beberapa daerah. Sebab itu, KASN terus mengumpulkan laporan pelanggaran dan bukti dukung untuk kemudian dikaji. Selanjutnya jika nanti sudah terbukti, KASN akan memberikan rekomendasi terkait sanksi yang sesuai,” ungkapnya.

Dengan begitu, Agus mengingatkan, para ASN untuk tidak mengekspresikan dukungan mereka ke salah satu peserta pemilu. Sebab, kata dia, hal tersebut dapat mengganggu kestabilan pelayanan publik. Dia mengingatkan, pula, ASN memang punya hak pilih, tapi hanya dapat ditunjukkan di bilik suara.

“Selebihnya, mereka tidak punya hak untuk mengekspresikan secara terbuka karena itu akan mengganggu konsentrasi atau fokus mereka dalam bekerja. Dan tentu saja kalau mereka tidak netral, itu akan mengganggu pelayanan publik sehingga berjalan tidak adil dan diskriminatif,” jelas Agus.

Terpisah, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, bahwa netralitas ASN selalu menjadi perhatian publik menjelang Pemilu. Untuk itu, Guspardi minta kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk meningkatkan kinerja pengawasan.

“Bawaslu semestinya meningkatkan kinerja dalam mengawasi masalah netralitas ASN ini,” kata Guspardi.

Guspardi memberi contoh ketika ada kepala daerah yang dalam pencalonannya didukung oleh partai politik (parpol). Menurut dia, setelah menjabat, bisa saja ada di antara mereka yang meminta ASN untuk mendukung parpol pendukungnya.

Bahkan bisa jadi, kata dia, ada oknum-oknum ASN yang mungkin memanfaatkan situasi agar dapat promosi jabatan dari kepala daerah yang bersangkutan. (*)

Pos terkait