BANDARLAMPUNG – Setelah mutasi Ketua Tim Penyidik Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) dan telah memeriksa tujuh belas saksi termasuk pegawai di Sekretariat DPRD Tanggamus, kini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, menerima pengembalian kerugian negara atas dugaan Korupsi di Sekretariat DPRD tahun 2021 yang melibatkan 44 Anggota DPRD Tanggamus.
Pengembalian berasal dari beberapa Anggota DPRD Tanggamus, serta beberapa Partai Politik, yang berkaitan erat dengan kasus dugaan korupsi dana Perjalanan Dinas pada Tahun Anggaran 2021 lalu.
Dikatakan Aan Ansori Ketua Forum Wartawan Hukum (Forwakum), Rabu (26/07/2023), bahwa pengembalian kerugian negara yang dilakukan, merupakan bukti kuat telah terjadi korupsi (bersama-sama-red) dengan harapan dapat dijadikan keringan dalam proses penegakan hukum (Mens Rea-red).
“Pengembalian kerugian negara yang dilakukan para pihak terkait, memperkuat bukti adanya korupsi dan bukan berarti bisa menghapus proses pidana yang dimaksud. Tapi niat baik (mens rea) pihak terkait dapat dijadikan bahan pertimbangan keringanan dalam perkara tersebut,” ujar Aan Ansori.
Ketua Forwakum ini pula, berharap pihak penegak hukum jangan tebang pilih dalam penegakan hukum.
“Silahkan dilakukan proses sesuai ketentuan hukum yang berkeadilan, tapi jangan juga dengan alasan yang kurang kuat menjadikan contoh bagi yang lainnya untuk ikut dan kembali melakukan hal yang sama. Kalau begitu yang terjadi, dimana ada efek jera dalam tindak pidana tersebut,” jelasnya.
Perlu diketahui, terkait penanganan kasus dugaan korupsi Perjas DPRD Tanggamus, Kejati telah terima pengembalian kerugian negara Rp3 miliar.
I Made Agus Putra Adnyana, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Lampung, Rabu sore (26/07/2023), membeberkan, bahwa hari ini pihaknya telah menerima uang titipan pengembalian kerugian negara.
Diantaranya berasal dari beberapa Anggota DPRD Tanggamus, serta beberapa Partai Politik, yang berkaitan erat dengan kasus dugaan korupsi dana Perjalanan Dinas pada Tahun Anggaran 2021 lalu.
”Hari ini kami telah menerima uang titipan pengembalian kerugian negara dari beberapa Anggota DPRD Tanggamus dan beberapa Partai Politik, sejumlah Rp3.043.725.000 (Tiga Miliar Empat Puluh Tiga Juta Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Ribu Rupiah),” jelas Made.
Sementara diketahui, dalam pekan ini Kejati Lampung sendiri, secara maraton sejak Senin 23 Juli hingga hari ini telah memanggil sebanyak 17 orang, untuk dimintai keterangannya sebagai saksi.
Dimana para saksi tersebut dipanggil guna memberikan keterangannya dihadapan Penyidik pada Pidsus Kejati Lampung, berkenaan dengan kasus dugaan korupsi pada Sekretariat Dewan Kabupaten Tanggamus yang diperkirakan telah menimbulkan kerugian negara mencapai sejumlah total, Rp7,788 Miliar.
“Kami mengimbau kepada seluruh pihak yang merasa telah menerima aliran uang hasil tindal pidana korupsi tersebut, dapat secara sukarela mengembalikannya ke kas negara,” pungkas Made.
Berita sebelumnya, Masih Belum jelas (MJ) proses penyidikan peningkatan status dan penetapan tersangka atas dugaan Korupsi berjamaah di Sekretariat DPRD Tanggamus yang melibatkan 44 Anggota DPRD di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Hutamrin, dimutasi sebagai Kepala Subdirektorat Pemantauan pada Direktorat Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen Jamintel Kejagung.
Posisinya digantikan oleh Muhammad Amin, yang sebelumnya menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Diketahui, Kejati Lampung meningkatkan kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Tanggamus ke tahap penyidikan.
Hal ini diketahui dari ekspose yang dipimpin Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Hutamrin, di Kejati Lampung, Rabu (12/7/2023).
Menurut dia, mark-up dilakukan pada biaya penginapan dalam anggaran perjalanan dinas paket meeting dalam dan luar kota tahun 2021.
Anggaran diperuntukkan bagi 45 legislator Tanggamus. Rinciannya, empat pimpinan dewan dan 41 anggota DPRD.
Total jumlah anggaran adalah Rp14,3 miliar lebih dengan realisasi Rp12,9 miliar.
Adapun modusnya dengan melampirkan tagihan biaya kamar hotel lebih tinggi dari surat pertanggungjawaban (SPj) yang ditetapkan.
“Selain itu, ada tagihan hotel fiktif. Nama tamu di bill (tagihan) hotel dan SPj tidak pernah menginap berdasarkan sistem di hotel,” ucapnya.
Modus terakhir, berdasar catatan dari sistem komputer hotel tempat menginap ditemukan satu kamar diisi dua anggota DPRD.
“Namun bill hotel yang dilampirkan di dalam SPJ dibuat untuk masing-masing nama (dobel bill) dan kemudian harganya di-mark-up,” ungkapnya.
Biaya hotel perjalanan dinas luar dan dalam kota dibagi beberapa daerah. Antara lain Bandarlampung enam hotel, Jakarta 2, Jawa Barat 12, dan Sumatera Selatan 7.
Hutamrin mengungkapkan bill hotel yang dilampirkan di SPJ bukan dikeluarkan oleh pihak hotel. Namun, dicetak empat travel, yakni travel W, SWI, A, dan AT.
Namun, setelah dilakukan eksposes, pihak Kejati Lampung sempat meminta awak media untuk menarik kembali pemberitaan tersebut.
Menurut Kepala Kejati Lampung Nanang Sigit Yulianto permintaan take down karena belum Surat Perintah Penyidikan (Sprindik/SPDIK) perkara dugaan korupsi di DPRD Tanggamus belum ditandatangani.