Bandarlampung – luar biasa Kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung selaku pemangku kebijakan penegakan hukum.
Pasalnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung bisa memerintahkan bawahannya untuk menghentikan dan mencabut pemberitaan Korupsi dengan alasan agar Kondusif.
Padahal, diketahui pihak penyidik Kejati Lampung telah menemukan adanya dugaan korupsi berjamaah di Sekretariat DPRD Tanggamus tahun 2021 dan melakukan Konferensi Pers guna meningkatkan status perkara ketingkat Penyidikan.
Namun berselang beberapa jam kemudian, Kajati melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) memerintahkan untuk mencabut pemberitaan yang telah tersebar di Media Massa.
Perintah Kajati untuk mencabut berita yang beredar ini memicu berbagai macam opini dan tanggapan di kalangan masyarakat.
Dikatakan Aan Ansori, Ketua Forum Wartawan Hukum (Forwakum), Kamis (13/07/2013), menanggapi maraknya informasi terkait intervensi kebebasan pers di Korp Adhyaksa Kejati Lampung.
“Patut diduga adanya bisikan gaib ke telinga Kajati, hingga memerintahkan bawahan nya untuk mencabut berita yang telah beredar,” ujar Aan Ansori.
Dia juga menduga, jika perintah yang suarakan melalui Kasipenkum, mengandung makna negatif dan berpotensi menjadi satu kesatuan jaringan dalam kasus tersebut.
“Saya menduga adanya intervensi dan kekuatan lain yang melebihi kekuatan penegakan hukum di Kejati Lampung, hingga bisa mengangkangi UU Pers dan membungkam kemerdekaan pers,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kajati Lampung melalui I Made Agus Putra Adnyana, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, meminta Media Publikasi ddi Kejati Lampung agar tidak menayangkan dan mencabut pemberitaan yang sebelumnya telah digelar pada Konferensi Pers terkait dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif di Lingkungan DPRD Tanggamus.
Pada Konferensi Pers yang gelar Hutamrin, Asisten Pidana Khusus (AsPidsus) Kejati Lampung, pihaknya menyatakan akan memeriksa 44 anggota DPRD Kabupaten Tanggamus, terkait dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif, yang merugikan keuangan negara hingga Rp7,7 miliar lebih, dari total kegiatan Rp14,3 miliar tahun 2021.
Usai melakukan Ekspose kasus dugaan korupsi yang melibatkan seluruh anggota DPRD Tanggamus, Kasipenkum Kejati Lampung melalui WhatsApp (WA) Group Kejati, Rabu (12/07/2023), meminta berita ekspose kasus dugaan korupsi di DPRD Tanggamus, di tarik untuk tidak dilakukan publikasi.
I Made Agus Putra Adnyana, mengatakan jika permintaan itu atas perintah Pimpinan dengan dalih menjaga Kondusivitas Daerah.
“Mohon ijin rekan-rekan media atas Perintah Pimpinan terkait dengan Konferensi Pers tadi siang terkait Sekretariat DPRD Tanggamus, jangan dulu dinaikin beritanya dikarenakan terkait dengan kondusifitas daerah,” kata Kasipenkum Kejati Lampung.
Kajati ini melalui Kasipenkum, memohon supaya berita yang sudah beredar dapat dihapus.
“Mohon kesediaan rekan rekan yang sudah menayangkan beritanya untuk ditarik kembali,” pinta Kajati melalui Kasipenkum nya.
Sebelumnya dalam ekspose, menyebutkan pihak Kejati Lampung meningkatkan kasus dugaan Mark-Up di Sekretariat DPRD Tanggamus ke tahap Penyidikan.
Aspidsus, Hutamrin, mengatakan Mark-Up dilakukan pada biaya penginapan dalam anggaran perjalanan dinas paket meeting dalam dan luar kota tahun 2021.
Anggaran diperuntukkan bagi 45 Legislator Tanggamus dengan rincian, Empat Pimpinan Dewan dan 41 Anggota DPRD. Total jumlah anggaran adalah Rp14,3 miliar lebih dengan realisasi Rp12,9 miliar.
Adapun modusnya dengan melampirkan tagihan biaya kamar hotel lebih tinggi dari surat pertanggungjawaban (SPj) yang ditetapkan.
“Selain itu, ada tagihan hotel fiktif. Nama tamu di bill (tagihan) hotel dan SPj tidak pernah menginap berdasarkan sistem di hotel,” ujar Hutamrin.
Modus terakhir, berdasar catatan dari sistem komputer hotel tempat menginap ditemukan satu kamar diisi dua anggota DPRD.
“Namun bill hotel yang dilampirkan di dalam SPJ dibuat untuk masing-masing nama (dobel bill) dan kemudian harganya di-mark-up,” ungkapnya.
Biaya hotel perjalanan dinas luar dan dalam kota dibagi beberapa daerah. Antara lain Bandarlampung enam hotel, Jakarta 2, Jawa Barat 12, dan Sumatera Selatan 7.
Hutamrin mengungkapkan bill hotel yang dilampirkan di SPJ bukan dikeluarkan oleh pihak hotel. Namun, dicetak empat travel, yakni travel W, SWI, A, dan AT. Meski begitu, Kejati belum menetapkan tersangka pada kasus tersebut.